Minggu, 01 Juni 2025

Malam Mie Instan dan Kerupuk Jengek

Entah kenapa, tanggal 30 atau tanggal 31 itu terasa berat. Mungkin karena akhir bulan, mungkin juga karena rasa lelah yang menumpuk diam-diam. Malam itu kami hanya punya mie instan untuk dimakan bertiga. Aku, Dara, dan Bg Budy duduk di meja makan menjelang Magrib, menyeruput kuah hangat yang entah kenapa terasa lebih berarti daripada biasanya. Dara, seperti biasa, tetap merasa lapar meski baru makan lima belas menit sebelumnya. Aku hanya tersenyum—dia memang begitu, nafsu makannya kadang bikin geleng-geleng kepala, tapi juga menghibur.

Setelah salat Isya, kami bertanya-tanya, bagaimana caranya agar Dara bisa tetap jajan. Ternyata, di balik kesenyapannya, Bg Budy masih menyimpan uang lima ribu rupiah. Kami pun melangkah ke warung Bang Win dengan niat jajan 15 ribu—dengan strategi: bayar lima ribu dulu, sisanya utang. Hahaha, sederhana tapi strategis.

Ternyata, dengan lima belas ribu saja kami sudah dapat banyak: roti Unibis Bon-Bon, peyek kacang tiga biji, dan lima buah kue kipang. Kami sudah keluar dari warung dan merasa cukup senang, sampai mata kami menangkap kantong kerupuk jengek ukuran besar, harganya lima ribu. Nafsu pun kembali menyeruak. Jadilah utang kami naik jadi 15 ribu, total belanjaan jadi 20 ribu. Masyaallah... dan itu benar-benar banyak.

Yang lebih mengejutkan: biasanya kami bisa duduk nongkrong di warung sehari dua kali, dan sekali duduk bisa habis 60–70 ribu. Malam itu kami belajar, ternyata dengan uang yang jauh lebih kecil, kami tetap bisa tertawa, tetap kenyang, dan tetap merasa cukup.

Kadang memang begitu: saat kekurangan, barulah kesadaran itu tumbuh. Betapa banyak rupiah yang hilang tanpa makna saat dompet masih penuh. Tapi malam itu, dengan mie instan, jajan utang, dan kerupuk jengek, kami belajar menghargai. Belajar bersyukur. Dan belajar bahwa kebersamaan, rasa syukur, dan kesederhanaan ternyata jauh lebih mengenyangkan daripada yang kami kira.

Alhamdulillah besoknya, kami payday. Saat kembali ke warung Bg Win kami untuk belanja harian kebutuhan dapur, beras, minyak goreng, telur, tomat dan percabaian, kami langsung bayar utang semalamnya. Nikmat Allah mana lagi yang kamu dustakan, Hajar ….

Hei… apa kamu pernah mengalami saat krisis seperti yang aku rasakan? []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tensi Darahku 170

Tensi Darahku 170 Pagi itu aku merasa pusing. Bukan pusing biasa yang bisa kutangani dengan tidur sebentar atau minum teh hangat. Ada sesuat...